Sebelum kita membahas
sebuah topik yang menarik di malam hari yang berbahagia ini mengenai, “Peranan Penataan
Ruang Dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”, Penulis ingin
bertanya kepada Anda para pembaca sekalian, apakah Anda punya rumah ? Pasti
semua orang punya rumah dan di dalam rumah terbagi atas beberapa ruang, ada
dapur, ruang keluarga, kamar tidur,dll. Ada sekat yang memisahkan satu ruang
dengan ruang lainnya. Masing-masing ruang di bagi berdasarkan fungsinya, dapur
untuk memasak, ruang keluarga untuk berkumpul sambil menonton TV, kamar tidur
untuk tidur,dll. Akan sangat tidak etis, kalau di kamar tidur yang fungsi
utamanya untuk beristirahat melepas kepenatan dipake buat nonton televisi.
Kalau sudah kearah privat seperti itu, apa yang ditonton patut dicurigai juga.
Bukan hanya rumah saja
yang perlu di bagi ruang-ruang berdasarkan fungsi dan peruntukannya, namun ruang-ruang di muka bumi
juga perlu ditata agar tercipta suatu keselarasan, keserasian dan keseimbangan.
Ruang tersebut meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang
di dalam bumi sebagai suatu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup
lain, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Penataan ruang memiliki
peranan penting dalam usaha perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Seperti
apakah peranan penataan ruang bagi usaha perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup ?
Kalau kita lihat dalam
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan
dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ada benang merah yang menghubungkan dua
peraturan tersebut dalam konteks usaha perlindungan lingkungan tentunya
. Dalam pasal 19 ayat 1
dan 2 Undang-undang PPLH 2009 dijelaskan bahwa, untuk menjaga kelestarian
fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, wajib didasarkan pada KLHS
(Kajian Lingkungan Hidup Strategis) dan perencanaan tata ruang wilayah
ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. KLHS
berisi kajian tentang kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
untuk pembangunan, perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup,
kinerja layanan/jasa ekosistem, efisiensi pemanfaatan sumber daya alam, tingkat
kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim, dan tingkat
ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
Setelah dilakukan
pengkajian, hasilnya akan dijadikan bahan pertimbangan dalam perencanaan tata
ruang wilayah. Misalnya, setelah dilakukan pengkajian di Taman Nasional Lorentz,
ditemukan bahwa ada beberapa aktivitas yang memberi dampak negatif bagi kawasan
TNL, hasil ini akan dipertimbangkan dalam revisi RTRW nantinya. Aktivitas yang
memberi dampak negatif bagi lingkungan akan ditertibkan atau sering disebut
dengan pengendalian pemanfaatan ruang yakni, sebuah upaya untuk mengwujudkan
tertib tata ruang.
Dalam pasal 3
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, intinya
menjelaskan bahwa Penataan Ruang diselenggarakan guna mengwujudkan keharmonisan
antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, guna terwujudnya keterpaduan
dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan
sumber daya manusia, guna terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan
dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Intinya dua peraturan ini
mempunyai tujuan yang sama yakni, guna mengwujudkan keharmonisan antara
lingkungan alam dan lingkungan buatan serta antara manusia dan lingkungan itu
sendiri (alam dan buatan), sehingga terciptalah apa yang dinamakan dengan “keseimbangan”.
Sekarang kita kembali ke
pertanyaan diatas, Seperti apakah peranan penataan ruang bagi usaha
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup ? Penataan ruang adalah suatu
sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
Agar Anda paham, langsung
kita masuk pada contoh kasus di kota kita, Jayapura, dalam Rencana Tata Ruang
Kota Jayapura Tahun 2027 (Pola Ruang dan Struktur Ruang) telah dibuat zonasi
kawasan, mana kawasan pendidikan, perdagangan, hutan lindung, hutan
produksi,dll. Berdasarkan kajian lingkungan hidup strategis ditetapkan suatu areal
sebagai kawasan hutan lindung, maka kawasan tersebut tidak boleh dirambah.
Misalnya, kawasan cagar alam Cycloop yang merupakan kawasan lindung, jika kawasan
ini dibuka untuk kepentingan tertentu harus mempunyai izin dari instansi
terkait dan diwajibkan setiap kegiatan yang memasuki kawasan lindung harus melakukan
studi Amdal.
Next, pengendalian pemanfaatan ruang contoh kongkritnya itu seperti apa ? Bagi
Anda yang sempat ke Jayapura Kota beberapa bulan yang lalu dan melewati kawasan
Bucend Entrop dan melihat police line
di samping tanah dekat bukit karang, itu dinamakan aktivitas pengendalian
pemanfaatan ruang. Kegiatan atau aktivitas yang tidak sesuai dengan arahan tata
ruang, harus ditertibkan. Untuk peta Rencana Pola Ruang dan Struktur Ruang Kota
Jayapura 2027, Anda bisa cari sendiri dan lihat sendiri.
Penataan ruang memiliki
peranan penting dalam usaha perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam
RTRW, itu dibuat zonasi kawasan. Misalnya, dari hasil kajian mengenai
keanekaragaman hayati di kawasan Pegunungan Foja, Mamberamo, disimpulkan bahwa
keanekaragaman hayati di kawasan ini sangat tinggi dan terdapat flora dan fauna
yang bersifat endemik, sehingga kawasan ini layak ditetapkan sebagai kawasan
lindung. Nanti hasil kajian ini dituangkan dalam revisi RTRW kabupaten maupun provinsi,
dan dimasukan dalam peta tata ruang wilayah. Setiap investor, baik itu yang
akan berinvestasi di sektor pertambangan maupun perkebunan di kawasan
Mamberamo, akan berpatokan pada peta tata ruang wilayah. Jika rencana
investasinya memasuki areal yang dilindungi, pasti terbentur peraturan dan
rencana investasinya diurungkan. Jika ngotot ingin tetap berinvestasi, harus
dilakukan alih fungsi kawasan lindung ke budidaya dan untuk melakukan alih
fungsi kawasan harus mendapat izin dan persetujuan dari lembaga yang berwenang
dan mekanisme serta prosedur yang dilewati harus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, penataan
ruang juga turut berperan dalam menciptakan lingkungan yang asri. Misalnya,
dalam pasal 29 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, dijelaskan mengenai ruang terbuka hijau RTH. Dimana proporsi
ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota
dan proporsi ruang terbuka hijau publik paling sedikit 20% dari luas wilayah
kota. Sebagai contoh Kota Jayapura dengan luas wilayah yang mencapai 940 km2,
idealnya 282 km2 itu merupakan ruang terbuka hijau. Kalau ruang
terbuka hijau publik, disesuaikan dengan persebaran penduduk di Kota Jayapura. Persebaran
penduduk terpusat di tengah kota, tapi taman-taman dengan pepohonan yang rimbun
dibuat di Distrik Muara Tami yang penduduknya sedikit, itu tidak sesuai dengan
yang diatur dalam peraturan diatas.
Kira-kira cerita kita di
malam hari ini seperti itu, kalau ada kesalahan harap maklum, karena disini
kita sama-sama belajar. (*)
Sumber :
-
Undang- undang Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
-
Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar