Label

Minggu, 28 Juli 2013

Mengelola DAS Secara Seimbang

DAERAH ALIRAN SUNGAI atau sering disingkat dengan DAS, merupakan objek pembahasan kita kali ini. Kemarin Tanggal 27 Juli 2013, bertepatan dengan Hari Sungai Nasional, maka kita mengangkat topik yang ada kaitan dengan sungai yakni, “Mengelola DAS Secara Seimbang.”
Sebelum masuk pada inti pembahasan, mari kita lihat definisi dari sungai dan DAS itu sendiri. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya dengan garis sempadan (PP No 35 Tahun 1991). Sedangkan daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No 7 Tahun 2004).
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa DAS adalah suatu area di permukaan bumi yang didalamnya terdapat sistem pengaliran yang terdiri dari satu sungai utama (main stream) dan beberapa anak cabangnya (tributaries) yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air dan mengalirkan air melalui satu outlet.
Daerah aliran sungai (watershed) memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga kelangsungan proses hidrologi, pencegah erosi, dan sedimentasi serta banjir dan longsor. Namun kesalahan dalam pengelolaan sumber daya alam di wilayah DAS yang cenderung mengabaikan aspek keseimbangan lingkungan telah mengakibatkan rusaknya keseimbangan tatanan ekosistem pada DAS tersebut.
Ada sejumlah indikator yang bisa menjadi pertanda bahwa dalam suatu ekosistem DAS telah terjadi ketidakseimbangan yakni, menurunnya infiltrasi air ke bawah tanah, menurunya debit mata air, mengeringnya sungai di musim kemarau, pencemaran air serta terjadinya bencana banjir dan tanah longsor di musim penghujan.
Aktivitas pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam di suatu kawasan daerah aliran sungai tentu memberi dampak kepada ekosistem DAS tersebut, baik itu dampak jangka pendek maupun jangka panjang. Apabila kawasan hutan di sekitar DAS dibuka untuk kepentingan pembangunan pemukiman, dll, maka run off (aliran permukaan) akan meningkat signifikan dan apabila limpasan permukaan tidak dikelola dan ditangani dengan baik, maka musibah banjir bisa terjadi. Mengapa hal tersebut bisa terjadi ? Karena kuantitas resapan menjadi kecil, sebap diatas tanah yang bisa meresap air berubah menjadi bangunan permanen yang kedap air.
Tata guna lahan (land use) di sekitar suatu kawasan DAS memberi dampak yang cukup signifikan bagi kelangsungan sungai-sungai yang ada dalam kawasan DAS tersebut. Penduduk yang bermukim dekat sungai (bantaran) sering menjadikan sungai sebagai tempat buangan limbah dan sampah, akibatnya air sungai menjadi tercemar dan sampah (terutama sampah plastik), menyumbat saluran sehingga jalannya air menjadi terhambat.
Sampah yang menumpuk di sungai dan menimbulkan bau yang tidak sedap merupakan pemandangan yang hampir bisa ditemui di sejumlah sungai di wilayah Indonesia, bahkan ini menjadi sebuah masalah yang cukup kompleks. Hal ini tambah diperparah dengan adanya paradigma yang menganggap saluran atau sungai adalah tempat sampah. Dampak dari tingkah laku yang kurang terpuji ini akan dirasakan ketika musim penghujan tiba, aliran run off besar sementara kapasitas saluran atau sungai berkurang akibat adanya sampah yang menumpuk dan laju aliran air pun terhambat, otomatis air meluap dan menggenangi kawasan yang seharusnya tidak digenanggi seperti rumah-rumah penduduk,dll.
Aktivitas perladangan di kawasan perbukitan (hulu sungai) yang merupakan daerah tangkapan air (catchment area), mengakibatkan debit mata air menjadi berkurang. Jika debit berkurang, dampaknya sungai-sungai bisa kering. Contoh kasusnya di Kota Jayapura, debit di mata air yang terdapat intake (bangunan penangkap air) milik PDAM mengalami penurunan. Saat ini debitnya sekitar 895 liter/detik dan jika tidak hujan 350 liter/detik. Penurunan tersebut terjadi karena hutan di kawasan Pegunungan Cycloop gundul dan rusak, sehingga debit air yang keluar dari celah-celah batu menjadi berkurang (Cepos, Senin 20 Mei 2013, “Debit Air PDAM Jayapura terus turun”).
Gundul dan rusaknya hutan di perbukitan yang masuk dalam suatu kawasan DAS akan berdampak pada meningkatnya laju erosi tanah, karena tidak adanya vegetasi yang menutup tanah, sehingga aliran run off yang besar cenderung melakukan tindakan destruktif dengan mengikis tanah lalu mengendapkannya di dasar saluran atau sungai. Sungai menjadi dangkal karena banyaknya sedimen yang mengendap di dasar sungai. Endapan yang semakin menebal akan mengakibatkan perbedaan elevasi antara satu bagian sungai dengan bagian sungai lainnya (degradasi) dan kemiringan dasar sungai pun bertambah besar, kemiringan yang besar membuat aliran cenderung bersifat destruktif karena terjadi pertambahan energi kinetik air (daya rusak air menjadi meningkat).
Tata guna lahan di daerah aliran sungai merupakan prioritas utama yang harus dikelola dan ditangani secara komprehensif agar dampak negatif yang timbul dari adanya perubahan rona lingkungan kawasan DAS bisa diminamalisir. Perubahan tata guna lahan mengakibatkan debit puncak naik dari 5 sampai 35 kali karena di DAS tidak ada yang menahan maka aliran permukaan (run off) menjadi besar, sehingga berakibat debit di sungai menjadi besar dan terjadi erosi lahan yang berakibat sedimentasi di sungai sehingga kapasitas sungai menjadi turun. Departemen PU membuat suatu ketentuan kebijakan tentang debit sungai akibat dampak perubahan tata guna lahan di daerah aliran sungai tersebut yaitu dengan menyatakan bahwa DAS boleh dikembangkan/dirubah fungsi lahannya dengan delta Q zero policy atau delta Q=0 (Lee, 2002;Kemur, 2004;Hadimuljono, 2005 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2008 ). Arti kebijakan ini adalah bila suatu lahan di DAS berubah maka debit sebelum dan sesudah lahan berubah tetap sama. Pembangunan di kawasan DAS boleh dilakukan tapi harus dilakukan sebuah upaya mengurangi limpasan permukaan akibat adanya pembangunan, agar tidak terjadi peningkatan yang drastis pada debit sungai.
Melihat peran DAS dari sisi hidrologis yang begitu penting dalam hal penyediaan air bagi kehidupan makhluk hidup, khususnya manusia. Maka sudah sepantasnya kita bersama-sama mengolah dan mengelola sumber daya yang ada di dalam lingkungan yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan DAS, dengan bijaksana dan ramah lingkungan (eco friendly) serta berpatokan pada asas keserasian dan keseimbangan.
Sumber :
                                     -          PP No 35 Tahun 1991 tentang Sungai
                                     -          UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air
                                     -          Robert J. Kodoatie & Roestam Sjarief (2008), Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu, Penerbit Andi-Yokyakarta