Label

Minggu, 21 Desember 2014

Tipe Dasar Lereng dan Ciri Garis Konturnya

Beberapa waktu lalu telah dibahas mengenai cara menghitung kemiringan lereng (slope) pada peta topografi. Selain bisa mengetahui besar kemiringan lereng, kita dapat juga mengetahui tipe lereng dengan cara melihat pola kontur pada peta topografi.
Sebelum mengidentifikasi tipe lereng, terlebih dahulu yang harus dipahami adalah tipe dasar lereng dan ciri garis konturnya.  Tipe dasar lereng dan ciri garis konturnya itu bisa menjadi bahan referensi dalam  mengidentifikasi bentuk atau tipe lereng. Ada enam tipe lereng dan ciri garis konturnya, yakni sebagai berikut : 

1        Lereng terjal, dicirikan dengan jarak garis kontur yang rapat.


2        Lereng sedang atau landai, dicirikan dengan jarak garis kontur yang renggang.


3        Lereng cekung, dicirikan dengan semakin tinggi tempat, jarak kontur semakin berkurang.


4        Lereng cembung, dicirikan dengan kontur yang semakin tinggi tempat, jarak kontur semakin renggang.


5        Lereng seragam, dicirikan dengan jarak antar kontur tetap.


6        Lereng berombak, dicirikan dengan kontur yang secara periodik jaraknya berdekatan.



Contoh Soal !
Lihat gambar peta dibawah ini, lalu tentukan tipe lereng dan bentang alam A dan B ?


Jawab :

Titik A tipe lerengnya cembung dan merupakan perbukitan yang sisi utaranya sangat terjal yang ditandai dengan garis kontur yang sangat rapat. Titik B tipe lerengnya seragam dan hampir bulat yang menunjukan perbukitan yang sedikit menyerupai kerucut. Untuk kalian yang berdomisili di Kota Jayapura pasti sudah tahu bentuknya seperti apa. 

Selasa, 16 Desember 2014

Perhitungan Slope dengan Pendekatan Metode Wentworth

Pengukuran kemiringan (slope) pada peta topografi bisa dilakukan dengan persamaan Wentworth (1930), yang mana persamaannya sebagai berikut :
S = (n-1) . Ic / ∆h  x 100%
Dimana :
S = nilai kemiringan lereng dalam %
n = jumlah kontur
Ic = interval kontur
∆h = jarak horizontal (meter)

Dalam menghitung slope menggunakan pendekatan Wentworth, terlebih dahulu kita membuat kotak-kotak (grid) pada peta topografi atau juga dapat dibuat menyerupai sistem salib sumbu X - Y. Ukuran kotak itu relatif, tapi sebaiknya ukuran kotak lebih kecil agar mendapatkan hasil yang lebih detail. Penggunaan kotak-kotak ini dimaksudkan agar lebih tepat dalam penentuan posisi. Selain itu, memudahkan ketika hasil perhitungan dipindahkan untuk digambarkan dalam lembaran baru (peta kedua/peta kemiringan lereng).
Contoh Soal !
Peta dibawah ini  memiliki skala 1 : 50.000 dan memiliki interval kontur 25 meter. Hitung kemiringan lereng pada kotak yang ditandai ?

Jawab :
Informasi yang diketahui setelah melihat kotak yang ditandai yakni, jumlah kontur 2 (kontur utama), jarak horizontal (diagonal) 0,6 cm atau 300 meter maka :
S = (2-1).25  / 300 x100% = 8,3%
Maka kemiringannya adalah 8,3%.


Peta kemiringan lereng sering dibuat menggunakan metode ini. Titik-titik yang telah dihitung pada peta pertama (topografi), digambarkan kembali dalam lembaran baru (peta 2). Lalu titik-titik yang nilainya sama dihubungkan.

Pada peta topografi garis kontur menghubungkan titik yang nilai ketinggiannya sama, sedangkan pada peta kemiringan lereng titik-titik yang mempunyai nilai persentase kemiringan lerengnya sama dihubungkan dengan interval tertentu. Lalu diberi warna berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng, misalnya kemiringan lereng 0-2% topografinya datar, maka warnanya kuning (menurut van Zuidam, 1905). 

Jumat, 12 Desember 2014

Gambaran Bentuk Lahan Berdasarkan Kemiringan Lereng

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bagaimana cara sederhana yang bisa dilakukan untuk menghitung besar kemiringan lereng. Nah, misalnya setelah dihitung antara satu titik dengan titik lainnya memiliki kemiringan 5%. Setelah itu pasti kita berpikir begini, kira-kira kemiringan lereng 5% itu bentuk lahannya bagaimana ? Apakah datar atau bergelombang ?
Besar kemiringan lereng dapat memberikan gambaran bagaimana keadaan bentuk lahan di suatu wilayah. Beberapa pakar telah melakukan penelitian dan membuat klasifikasi bentuk lahan (relief) berdasarkan kemiringan lereng, misalnya klasifikasi menurut van Zuidam dan Dessaunnetes yang bisa dipakai sebagai referensi untuk menyimpulkan bagaimana bentuk lahan di suatu wilayah setelah dilakukan perhitungan.

Tabel klasifikasi relief, berdasarkan kemiringan lereng dan beda tinggi menurut van Zuidam, 1985.

Satuan Relief
 Kemiringan
(%)
Beda Tinggi
 (M)
Datar atau hampir datar
0 – 2
< 5
Bergelombang/miring landai
3 – 7
5 – 50
Bergelombang/miring
8 – 13
50 – 75
Berbukit bergelombang/miring
14 – 20
75 – 200
Berbukit tersayat tajam/terjal
21 – 55
200 – 500
Pegunungan tersayat tajam/sangat tajam
56 – 140
500 – 1000
Pegunungan /sangat curam
      >140
    >1000

Tabel klasifikasi kemiringan lereng yang dibagi kedalam 5 kelompok satuan morfologi menurut Dessaunettes, 1977.
Kemiringan (%)
Kondisi Daerah
Warna
< 2
Datar
Kuning
2 – 8
Gelombang lemah
Orange
8 – 16
Gelombang sedang
Hijau
16 – 32
Gelombang kuat
Biru
< 32
Gelombang sangat kuat
Merah



Kamis, 11 Desember 2014

Rumus-rumus Dasar dalam Menghitung Kemiringan (Slope)

Kemiringan (slope) adalah keadaan dimana ada bidang atau permukaan yang tidak rata, disebapkan ada bagian yang tinggi dan ada bagian yang rendah. 
Besar kemiringan (slope) dapat dinyatakan kedalam tiga bentuk yakni gradien, persentase, dan derajat. Agar lebih kuat dalam memahami kemiringan sebaiknya kita flashback sejenak pada materi perbandingan trigonometri pada segitiga ABC yang mungkin telah dipelajari di bangku SMA maupun SMP, karena rumus perbandingan trigonometri tersebut merupakan dasar dalam mempelajari perhitungan kemiringan.

*) cara menghitung gradien kemiringan

Gradien merupakan perbandingan antara jarak vertikal dan jarak horizontal, rumusannya bisa ditulis y : x. Agar lebih jelas kalian bisa lihat pada gambar segitiga ABC diatas. Gradiennya yaitu jarak vertikal : jarak horizontal (3 : 12, yang bisa disederhanakan menjadi 1 : 4).
*) cara menghitung persentase kemiringan
Persentase kemiringan (S) = (y/x) x 100%
S = 3/12 x 100% = 25%
*) cara menghitung derajat kemiringan
Rumus menghitung derajat kemiringan
tan α = y/x     α = tan -1 (y/x)   
tan α = 3/12    α=  tan-1(3/12) = 14,030

*) cara menghitung kemiringan lereng

Cara menghitung kemiringan lereng sama saja seperti contoh segitiga ABC, cuma dicari beda tinggi pada jarak vertikal terlebih dahulu.

Contoh soal !

Jarak horizontal A ke B 250 meter. Ketinggian titik A ± 30 mdpl dan ketinggian titik B 120 mdpl.  Hitunglah berapa besar kemiringan AB dalam bentuk gradien, persentase dan derajat.
-          Gradien
S = (120-30) / 250 = 90/250, maka gradiennya 1 : 2,77
-          Persentase kemiringan lereng
S = (120-30) / 250 x 100% = 36%
-          Derajat
tan α = (120-30) / 250     α= tan-1 (90/250) = 19,790

*) cara menghitung kemiringan rata-rata sungai
Rumus :
S = H / 0,9xL
Ket :
S = kemiringan rata-rata sungai
H = beda tinggi antara titik pengamatan dan titik terjauh sungai 
L = panjang sungai (km)

Contoh soal !
Diketahui suatu sungai utama memiliki panjang ±31,021 Km, elevasi di hulu ±3400 mdpl dan di hilir ±125 mdpl. Hitung kemiringan dasar sungai rata-rata !
Jawab :
S = H/(0,9xL)
S = (3400 mdpl  – 125 mdpl ) / 0,9 x 31021 meter
S = 0,117  


Kamis, 04 Desember 2014

Cara Umum Menghitung Persentase Kemiringan Lereng Pada Topografi

Besar persentase kemiringan lereng adalah salah satu informasi yang bisa didapat setelah melihat dan menganalisa peta topografi. Pada umumnya peta topografi menggambarkan bentuk muka bumi (relief) yang disertai dengan garis kontur yang menunjukan wilayah-wilayah yang memiliki ketinggian sama dan sejumlah keterangan mengenai bentang budaya (jalan,dll).
Berikut ini akan dijelaskan cara umum untuk menghitung persentase kemiringan lereng pada peta topografi. Agar lebih jelas langsung saja masuk pada contoh yang akan menggunakan peta topografi di bawah ini.


Pada peta diatas hanya termuat garis kontur dan interval konturnya 25 meter dan tidak ada keterangan skala (Interval konturnya itu yang garis orange tebal). Jika interval konturnya 25 meter maka garis berikut 50, 75, 100, 125, dst.  Bagaimana cara mengetahui besar presentase kemiringan lereng antara titik A dan titik B yang ditunjukan pada peta diatas ? Simak ulasan berikut.

-) Cari skala petanya terlebih dahulu
Untuk mengetahui berapa skala peta dicari dengan rumus berikut :
Ci = 1/2000 x Penyebut Skala
Ci = 1/2000 x Penyebut Skala
25 = 1/2000 x Penyebut Skala
Penyebut Skala  = 50.0000
Maka skala peta tersebut 1 : 50.0000 atau setiap  1 cm mewakili 500 m.


-) Hitung jarak A dan B
Jarak A dan B di peta 4 cm, maka jarak sebenarnya di lapangan adalah 2000 meter atau ± 2 Km.
-) Hitung beda tinggi
Tinggi A 125 mdpl dan tinggi B 25 mdpl (titik acuannya muka air laut), maka beda tinggi = 125 – 25 = 100 meter.
-) Hitung kemiringan lereng (S) :
*) Hitung kemiringan lereng (%) dengan rumus berikut :
S (%)  = (Beda Tinggi / Jarak A ke B) x %
S = (100/ 2000) x %
S = 5 %
Maka kemiringan lerengnya 0,05%
*) Hitung Kemiringan lereng dalam derajat (0)
Tan α = beda tinggi/jarak A ke B
Tan α = 100/2000
Tan α = 0,05
α = 2,85 0 ( Pake kalkulator : Tekan SHIFT, TAN, 0,05, lalu tekan =. Pada kalkulator tertentu pakai INV jika tidak ada SHIFT
Maka Sudut kemiringan lereng (α) = 2,850


Kira-kira demikian cara menghitung persentase kemiringan lereng pada peta topografi. (*)

Selasa, 25 November 2014

Peningkatan Ketahanan Air Melalui Kegiatan Konservasi Sumber Daya Air

I. Pendahuluan

Air merupakan sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup. Manusia membutuhkan air untuk minum, mandi memasak,dll, tumbuhan membutuhkan air untuk proses fotosintesis, dan hewan pun membutuhkan air untuk proses metabolisme dalam tubuhnya.  Dalam skala yang lebih luas, air digunakan untuk kepentingan irigasi guna meningkatkan produksi tanaman pangan. Selain itu, air juga digunakan dalam kegiatan industri untuk menghasilkan suatu produk maupun digunakan untuk mendinginkan mesin,dll. Secara singkat bisa dikatakan setiap orang butuh air dalam kehidupannya (water is everyone’s business).
Air nilainya begitu vital bagi kehidupan manusia, namun kenyataan telah terjadi degradasi air di beberapa wilayah di Indonesia. Banyak penduduk yang harus menempuh perjalanan belasan kilometer untuk sampai di sumber air guna mengambil air untuk keperluan sehari-hari, banyak instalasi pengelolaan air minum yang mengalami penurunan pasokan air baku, banyak saluran irigasi yang tidak berfungsi karena minim pasokan air. Sebagai contoh, kerusakan jaringan irigasi di Indonesia setara dengan kerusakan 3,3 juta hektar lahan pertanian (Harian Kompas, 18/11/2014). Jika jaringan irigasi yang rusak ini diperbaiki mungkin akan terjadi peningkatan produksi tanaman pangan, terutama beras.
Melihat value air, maka dipandang perlu untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan menjaga keberlanjutan keberadaan air dan sumber air sehingga mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, baik waktu sekarang maupun yang akan datang.

II. Kegiatan Konservasi Sumber Daya Air
Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang (UU No 7 Tahun 2004).
Tujuan utama dari upaya/kegiatan konservasi sumber daya air yaitu untuk menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air.
Adapun beberapa kegiatan pokok konservasi sumber daya air menurut UU No 7 Tahun 2004, dijelaskan dalam beberapa point sebagai berikut :
a. Perlindungan dan Pelestarian Sumber Air
Perlindungan dan pelestarian sumber air ditunjukan untuk melindungi dan melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebapkan oleh daya alam, termasuk kekeringan dan yang disebapkan oleh tindakan manusia.
Perlindungan dan pelestarian sumber air menurut UU No 7 Tahun 2004, mencakup beberapa hal yaitu :
·         Pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air;
·         Pengendalian pemanfaatan sumber air;
·         Pengisian pada sumber air;
·         Pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;
·         Perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air;
·         Pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;
·         Pengaturan daerah sempadan sumber air;
·         Rehabilitasi hutan dan lahan;
·         Pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian alam.
Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air bisa dikatakan sebagai konservasi segi suplai karena domain ada di sumbernya. Contohnya, dalam Keppres No 32 Tahun 1990 ditetapkan kriteria bagi kawasan sekitar mata air adalah sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air. Artinya hutan di daerah mata air harus tetap terjaga dan bersih dari aktivitas budi daya, hal ini dilakukan agar tidak terjadi penurunan debit mata air, sehingga suplai air tetap terjaga baik dari segi kualitas, kuantitas dan kontinuitas.

b. Pengawetan Air
Pengawetan air ditunjukan untuk memelihara keberadaan dan ketersediaan air atau kuantitas air sesuai fungsi dan manfaatnya.
Pengawetan air menurut UU No 7 Tahun 2004, dilakukan dengan cara :
·         Menyimpan air yang berlebihan di saat hujan untuk dimanfaatkan pada waktu saat diperlukan;
·         Menghemat air dengan pemakaian yang efisien dan efektif;
·         Mengendalikan penggunaan air tanah.
Pengawetan atau penghematan air ini bisa dikatakan sebagai konservasi dari sisi kebutuhan dan domainnya ada pada pengguna air terkait digunakan untuk kebutuhan apa. Pengguna air harus menggunakan secara hemat sesuai kebutuhan. Kegiatan pengawetan air ini berkorelasi positif dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yang menitikberatkan pada penghematan dalam menggunakan sumber daya alam. Selain itu, kegiatan pengawetan air ini juga sejalan dengan prinsip ekoefisiensi dalam pemanfaatan sumber daya alam.

c. Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ditunjukan untuk mempertahankan dan memulihkan kualitas air yang masuk dan yang pada sumber air (UU No 7 Tahun 2004).
Pada point ini kegiatan kegiatan konservasi tergantung pada kualitas air dan kandungan bahan pencemar dan domainnya ada pada teknologi yang digunakan. Jika kualitas air baku bahan pencemarnya tinggi, tentu instalasi pengolahannya lebih kompleks dan biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar.

III. Kesimpulan
Konservasi sumber daya air adalah upaya yang dilakukan guna menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber air. Konservasi sumber daya air dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Sumber :
UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air


Jumat, 26 September 2014

Latihan Menghitung Intensitas Hujan dan Membuat Grafik Lengkungnya

Intensitas hujan adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu. Besarnya intensitasnya berbeda-beda, tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisis terhadap data hujan baik secara statistik maupun empiris. Intensitas hujan dihubungkan dengan durasi hujan jangka pendek misalnya 5 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman. Data curah hujan jangka pendek ini hanya dapat diperoleh dengan menggunakan alat pencatat hujan otomatis. Di Indonesia alat ini belum banyak, yang lebih banyak digunakan adalah pencatat hujan biasa yang mengukur hujan 24 jam atau disebut hujan harian.
Pertanyaannya, bagaimana kalau yang kita punya hanya data hujan harian yang diakumulasi (bulanan)? Tentu ini bukan halangan bagi kita untuk tidak melakukan perhitungan intensitas hujan untuk durasi waktu yang pendek (menit atau jam), karena intensitas hujan untuk durasi waktu yang pendek dapat diestimasi menggunakan rumus Mononobe, seperti terlihat di bawah ini :

I = R24  (24)  2/3
    __     ___
    
     24      t

Dimana :
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
T = durasi (lamanya) curah hujan (menit) atau (jam)

Sebagai bahan latihan penulis punya data curah hujan Abepura-Waena dari tahun 2001 s/d 2010, seperti terlampir pada tabel di bawah ini :

          Tabel 1. Curah Hujan Abepura-Waena dalam Kurun Waktu 10 Tahun
Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
May
Juni
Juli
Aug
Sep
Oct
Nov
Des
2001
47
196
280
204
132
148
39
132
30
135
172
201
2002
122
149
108
149
132
129
136
151
100
48
122
71
2003
151
180
156
74
96
71
113
223
54
90
90
145
2004
194
129
120
81
109
113
76
88
53
41
154
59
2005
90
159
321
93
34
47
47
158
168
55
98
226
2006
220
133
552
552
217
69
64
199
331
123
183
86
2007
243
359
339
179
245
38
131
148
58
58
149
168
2008
243
159
339
269
123
158
43
38
185
161
63
177
2009
162
412
462
271
90
114
160
113
272
118
101
269
2010
357
121
363
204
360
56
53
50
40
86
118
208
Sumber : BMKG Wilayah V Jayapura

Data diatas merupakan data curah hujan bulanan. Nah, data tersebut merupakan data dasar yang kita akan olah bersama, sehingga bisa digunakan untuk menghitung intensitas hujan. Langkah-langkah perhitungan intensitas hujan dan pembuatan grafik lengkungnya dijelaskan dalam beberapa langkah sebagai berikut :

1) Jumlahkan data curah hujan bulanan sehingga didapat jumlah total curah hujan per tahun

                                    Tabel 2. Perhitungan Total Hujan Tahunan

Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mey
Juni
July
Aug
Sep
Oct
Nov
Des
Total
2001
47
196
280
204
132
148
39
132
30
135
172
201
1716
2002
122
149
108
149
132
129
136
151
100
48
122
71
1417
2003
151
180
156
74
96
71
113
223
54
90
90
145
1443
2004
194
129
120
81
109
113
76
88
53
41
154
59
1217
2005
90
159
321
93
34
47
47
158
168
55
98
226
1496
2006
220
133
552
552
217
69
64
199
331
123
183
86
2729
2007
243
359
339
179
245
38
131
148
58
58
149
168
2115
2008
243
159
339
269
123
158
43
38
185
161
63
177
1958
2009
162
412
462
271
90
114
160
113
272
118
101
269
2544
2010
357
121
363
204
360
56
53
50
40
86
118
208
2016

2) Hitung intensitas hujan untuk beberapa durasi waktu menggunakan rumus Mononobe
I = R24  (24)  2/3
    __     ___
    
     24      t

Untuk nilai R24 untuk beberapa periode ulang kita ambil dari pembahasan sebelumnya mengenai, Analisa Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Puncak Limpasan Permukaan Di Wilayah Abepura.

Tabel 3. Curah Hujan Harian Maksimum 24 Jam (R24) (mm/24 Jam)
Periode Ulang
Intensitas (mm/ 24 Jam)
5 Tahun
2395,37
10 Tahun
2777,66
25 Tahun
3291,58
50 Tahun
3622,70

Selanjutnya kita akan hitung intensitas hujan rencana dengan periode ulang 5 tahun, 10 tahun, 25 tahun, 50 tahun dengan rumus Mononobe, untuk beberapa durasi waktu hujan, yakni 5 menit, 10, 15, 20, 30, 60, 120, 240, 300, 720, 1440 menit. (ingat sebelum dimasukan ke dalam rumus Mononobe data menit harus dikonversi kedalam jam)
Data R24 sudah ada dan durasi waktu sudah ditetapkan, apalagi yang kita tunggu ? Mari kita hitung bersama memakai rumus Mononobe, dengan memasukan nilai-nilai yang diketahui :
·         Intensitas Hujan Rencana Periode Ulang 5 Tahun dengan R24 = 2395,37 mm/24 jam
-) Untuk 5 menit (0,08 jam)
I = 2395,37    (24)  2/3
    __          ___
    
     24        0,08

  = 4,352, 67 mm/jam

-) Untuk 10 menit (0,16 jam)
I = 2395,37    (24)  2/3
    __          ___
    
     24         0,16

  = 2742,01 mm/jam

-) Untuk 15 menit (0,25 jam)
I = 2395,37    (24)  2/3
    __          ___
    
     24        0,25

  = 2092,54 mm/jam

Untuk perhitungan durasi waktu lainnya, lakukan dengan cara yang sama seperti durasi 5 menit, 10 dan 15 menit yang sudah dibahas.
·         Untuk perhitungan intensitas Hujan Rencana Periode Ulang 10, 25, 50 untuk beberapa durasi waktu dilakukan sama seperti cara yang sudah dijelaskan. Hasil perhitungan secara lengkap dilampirkan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4. Perhitungan Intensitas Hujan Rencana dengan Rumus Mononobe
Durasi
(Jam)
Curah Hujan Harian Maksimum 24 Jam (R24) (mm/24 jam)
5 Tahun
2395,37
10 Tahun
2777,66
25 Tahun
3291,58
50 Tahun
3662,70
Intensitas Hujan Rencana  dengan rumus Mononobe (mm/Jam)
0,08
4352,67
5047,34
5981,19
6655,56
0,16
2742,01
3179,62
3767,91
4192,74
0,25
2092,54
2426,50
2875,45
3199,66
0,33
1727,36
2003,03
2373,63
2641,26
0,5
1318,22
1528,60
1811,42
2015,66
1
830,42
962,960
1141,12
1269,78
2
523,13
606,62
718,86
799,91
4
329,55
382,15
452,85
503,91
5
284,00
329,32
390,25
434,26
12
158,43
183,71
217,71
242,25
24
99,80
115,73
137,14
152,61

3) Buat Grafik Lengkung Intensitas Hujan
Dari hasil perhitungan kita buat grafik lengkung intensitas hujan yang menyatakan hubungan antara intensitas hujan dengan durasi hujan. Data dalam tabel kita akan konversi ke dalam bentuk grafik.


4) Kesimpulan
Intensitas hujan adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu. Sedangkan durasi hujan adalah lama kejadian hujan. Besarnya intensitas hujan itu berbeda-beda, tergantung dari lamanya hujan (durasi) dan frekuensi kejadiannya. Data hubungan antara durasi hujan dan intensitas berguna dalam perencanaan drainase. (*)

Sumber Pustaka :
Wesli, Ir.,2008, Drainase Perkotaan, Graha Ilmu, Yogyakarta