Label

Senin, 28 Oktober 2013

Perlindungan dan Pelestarian Sumber Air

Makhluk hidup yang ada di bumi ini tidak dapat terlepas dari kebutuhan akan air, karena air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi ini. Air nilainya begitu berarti bagi manusia. Sekitar 70% berat badan manusia terdiri dari air. Darah mengandung 80% air, tulang 25%, urat syaraf 75%, ginjal 80%, hati 70%, otot 75%. Manusia akan mati bilamana kehilangan sekitar 15% dari berat badanya. Manusia boleh menahan lapar untuk jangka waktu lama tetapi tidak dapat menahan haus (dahaga) untuk beberapa jam karena dapat menyebapkan dehidrasi dan berakibat fatal.
Manusia mendapatkan air dari beberapa sumber air yang tersebar di bumi, seperti air hujan, air permukaan (waduk, danau, sungai, empang, telaga, kali, parit,dll), dan air tanah (sumur bor).
Melihat peran dan fungsi air yang begitu vital bagi manusia, tentu kita tidak mengharapkan sumber-sumber air dari segi kuantitas debitnya mengalami penurunan, dan dari segi kualitas mengalami penurunan karena telah tercemar limbah, serta dari segi kontinuitas airnya tidak tersedia secara berkesinambungan, dalam artian di musim penghujan ada air sementara di musim panas airnya tidak ada sama sekali (kering).
Namun, kenyataannya pembangunan yang dilakukan manusia selain memberi dampak positif juga memberi dampak negatif. Ditakutkan dampak-dampak negatif yang timbul akibat adanya kegiatan pembangunan akan mempengaruhi kelangsungan suatu sumber air. Misalnya, aktivitas perambahan hutan di kawasan sekitar mata air akan berdampak pada penurunan debit (kuantitas), limbah industri dan domestik yang tidak dikelola dengan baik akan mencemari air tanah, polusi udara yang tinggi di kawasan perkotaan mengakibatkan hujan asam,dll.
Menyadari adanya dampak-dampak negatif yang timbul dari aktivitas pembangunan yang akan mempengaruhi kelangsungan sumber air, maka dipandang perlu untuk melakukan upaya perlindungan dan pelestarian sumber air. Upaya-upaya perlindungan sumber air ditunjukan untuk melindungi dan melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebapkan oleh daya alam, termasuk kekeringan yang disebapkan oleh manusia. Upaya-upaya tersebut dijelaskan dalam bagan (chart) di bawah ini :


Perlindungan dan pelestarian sumber air dapat dilaksanakan secara vegetatif maupun teknis. Cara vegetatif misalnya, melakukan penanaman vegetasi di sekitar daerah tangkapan air atau daerah sempadan sumber air, pembuatan lubang biopori untuk resapan air. Cara teknis misalnya, membangun bangunan pengendali sedimen (check dam), perkuatan tebing sumber air (memasang talud/bronjongan). Usaha perlindungan dan pelestarian sumber air yang dilakukan secara vegetatif dan teknis diharapkan harus memperhatikan kondisi budaya, sosial, dan ekonomi masyarakat setempat.
Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air dijadikan dasar dalam penatagunaan lahan. Kawasan-kawasan sumber air dipetakan dan dimasukan dalam arahan penatagunaan lahan (arahan sempadan), untuk dijadikan pedoman bagi pelaku pembangunan atau pihak-pihak yang hendak membangun di kawasan sekitar sumber air, sehingga fungsi sumber air tidak terganggu.


Contohnya, di daerah perbukitan terdapat beberapa mata air yang merupakan sumber air bagi masyarakat, sementara lahan di sekitar mata air tersebut akan dibangun kawasan hunian penduduk (perumahan). Sebelum dibangun jarak dari mata air ke lokasi pembangunan itu harus dilihat baik, dimana dalam Keppres No 32 Tahun 1990 disebutkan bahwa, kriteria kawasan sekitar mata air adalah sekuarang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air. Jika jarak kurang dari 200 meter maka, pembangunan harus dihentikan karena ditakutkan akan menggangu fungsi mata air. Bukan hanya itu, sebelum melakukan pembangunan developer harus melewati tahapan perizinan pembangunan (instrumen hukum) seperti yang tertera dalam UU No 32/2009 (UU PPLH), meliputi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang kaitannya dengan RTRW setempat, Amdal, izin lingkungan, izin lokasi, hinder ordonantie (HO) atau izin gangguan, pembuangan air limbah dan IMB.
Contoh lainnya, pembangunan di kawasan perkotaan yang padat harus memperhatikan daerah resapan guna mengurangi limpasan permukaan. Jangan seluruh arealnya dipenuhi beton (hutan beton), harus ada proporsi yang seimbang antara kawasan hijau dan non hijau. Daerah resapan ini merupakan tempat meresapnya (lubang masuk) air hujan kedalam lajur freatik yang nantinya akan digunakan sebagai sumber air bawah tanah (sumur bor).
Selain itu, pemakaian air bawah tanah (ABT) sebagai sumber air di wilayah perkotaan juga harus dikendalikan, dimana pengisian (recharge) air melalui pori-pori tanah harus sebanding dengan pemakaian (penyedotan). pemakaian secara ekspolitatif harus dihindari, karena bisa berdampak pada amblesnya tanah (subsidence) akibat adanya ruang kosong (space) dalam lapisan tanah. Subsidence dapat menggangu ketahanan pondasi bangunan.
Perlindungan dan pelestarian sumber air merupakan tanggung jawab semua pihak. Sumber daya air bak dua sisi mata uang yang berbeda, di satu sisi jika kita mengelola sumber daya yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa ini dengan bijak, tentu kita mendapat manfaat yang akan dirasakan secara berkesinambungan. Sedangkan di sisi lain, jika kita salah mengelola sumber daya air tentu kita akan menuai malapetaka, seperti bencana banjir, tanah longsor, kekeringan, dll. (*)

Sumber :
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air


Tidak ada komentar:

Posting Komentar