BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dilihat
dari sisi geologis Provinsi Papua kaya akan bahan tambang, baik itu yang masuk dalam kelompok bahan galian strategis dan vital maupun yang masuk dalam kelompok
bahan galian industri (golongan C). Seperti halnya di Kota Jayapura, selain
memiliki potensi bahan galian industri (golongan C) juga memiliki potensi bahan
galian vital (golongan B), seperti emas (emas aluvial).
Walaupun
jumlah cadangan emas di Kota Jayapura tidak sebesar bahan galian golongan C, namun ada sebagian
masyarakat yang bergelut dengan aktivitas penambangan emas secara
tradisional. Seperti yang terlihat di lokasi penambangan emas secara
tradisional di kawasan Polimak IV Kota Jayapura. Aktivitas penambangan emas
secara tradisional atau yang dikenal dengan nama “dulang emas”, dilakukan
oleh masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan Polimak IV dekat Kodam XVII
Trikora.
Aktivitas
penambangan emas di lokasi tersebut secara tidak langsung turut membuka
lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Tapi, tak dapat dipungkiri juga
bahwa aktivitas penambangan emas tradisional juga memberi dampak
negatif bagi lingkungan, yakni menaiknya jumlah tanah yang tererosi, menaiknya
jumlah transport sedimen, meningkatnya potensi dan ancaman tanah longsor dan gerakan massa
tanah, serta menurunya kualitas air sungai.
Aktivitas
penambangan emas secara tradisional disamping dapat menyebapkan penurunan mutu
lingkungan hidup juga dapat mempercepat proses penurunan potensi tanah, yang
pada akhirnya dapat mempengaruhi kegiatan pembangunan dimasa yang akan datang.
Jika daya tampung lingkungan dilampaui, maka struktur dan fungsi dasar ekosistem
yang menjadi penunjang kehidupan akan rusak dan keberlanjutan fungsi lingkungan
pun terganggu. Keberadaan ini selanjutnya akan menjadi beban sosial, karena
pada akhirnya masyarakat dan pemerintah yang harus menanggung beban
pemulihannya.
1.2. Perumusan Masalah
1)
Bagaimana dampak kerusakan
lingkungan yang timbul akibat adanya aktivitas penambangan emas secara tradisional ?
2)
Bagaimana bentuk kerusakan
lingkungan yang timbul di lokasi penambangan emas secara tradisional ?
3)
Bagaimana upaya pengelolaan
lingkungan di lokasi penambangan emas secara tradisional ?
1.3. Tujuan
1)
Mengindetifikasi
dampak lingkungan yang terjadi akibat kegiatan
penambangan emas secara tradisional di Polimak IV
2)
Mengidentifikasi bentuk kerusakan
lingkungan di lokasi penambangan emas secara tradisional
3)
Mengajukan rekomendasi atau
usulan upaya pengelolaan lingkungan
hidup
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1.
Hasil
2.1.1.
Letak Lokasi
Lokasi
penambangan emas secara tradisional di Polimak IV masuk di dalam wilayah
administratif Distrik Jayapura Selatan.
2.1.2.
Keadaan Topografi Lokasi Studi
Lokasi
studi tepatnya berada di perbukitan Polimak IV dekat Kodam XVII Trikora atau
sekitar ±200 meter dari jalan raya naik menuju Kodam XVII Trikora. Lokasi
pendulangan emas secara tradisional merupakan kawasan perbukitan dengan elevasi
antara 70-200 meter dari permukaan laut.
Gambar 2.3. Peta topografi lokasi studi
2.2.
Pembahasan
2.2.1. Alat dan Teknik Penambangan
A. Alat
Penambangan
emas di Polimak IV Distrik Jayapura Selatan dilakukan secara tradisional, namun
ada beberapa penambang yang menggunakan peralatan mekanis yakni pompa untuk
mengangkat air ketempat penggalian tanah, guna mengencerkan tanah. Secara umum
alat yang digunakan untuk menambang adalah sebagai berikut :
1.
Pompa Mekanis
2.
Kuali
3.
Ember
4.
Sekop
5.
Pacul
6.
Karpet
7.
Beberapa
batang kayu.
B. Teknik Penambangan
Penambangan
emas di Polimak IV menggunakan teknik penambangan yang boleh dikatakan masih bersifat
tradisonal, berikut langkah-langkah penambangan :
1)
Penambang menggali tanah di
perbukitan menggunakan linggis, sekop serta pacul. Tanah yang telah digali
kemudian diencerkan dengan air. Air ini berasal dari sebuah kali kecil dekat tempat penggalian tanah. Karena tempat penggalian lebih tinggi
dari sumber air, maka air disedot
keatas tempat penggalian menggunakan pompa.
Gambar
2.4. Aktivitas penambangan emas secara tradisional (Dok Penulis 2012)
2)
Di dekat tempat penambang
menggali tanah dibuat saluran yang menuju kali kecil tempat dimana mereka menggambil air
untuk mengencerkan tanah. Tanah yang sudah diberi air dan sedikit basah
kemudian disekop kearah saluran. Tanah diaduk-aduk menggunakan sekop agar
sedikit encer, lalu dialirkan bersama air menuju saluran yang lebarnya sekitar
1 meter. Didalam saluran di susun-susun batu-batu kecil secara berjenjang guna
memperlambat aliran, agar tanah mudah terendapkan di dalam karpet.
Gambar
2.5. Proses penambatan tanah masuk kedalam karpet (Dok Penulis 2012)
3)
Tanah yang turun kemudian
diendapkan di dalam karpet yang kedua sisinya disanggah menggunakan beberapa
kayu balok. Tanah yang terperangkap di dalam karpet kemudian diangkat dan
dimasukan kedalam kuali. Tanah yang masuk kedalam kuali kemudian
digoyang-goyang bersama air, untuk mengeluarkan butiran-butiran tanah kasar. Setelah
digoyang-goyang akan tampak pasir hitam yang menurut penambang disebut "pasir
penghantar emas". Setelah digoyang-goyang lama-kelamaan akan nampak serbuk-serbuk halus
berwarna agak kekuning-kuningan.
Gambar 2.6. Proses pendulangan emas
menggunakan kuali (Dok Penulis 2012)
4)
Serbuk-serbuk halus yang berwarna kekuning-kuningan ini
kemudian dikumpulkan sampai banyak atau menurut para penambang harus mencapai 1 kaca baru bisa dijual.
Selanjutnya serbuk-serbuk ini akan ditaruh diatas sendok lalu dipanaskan
dengan api hingga warna keemasan tampak lebih cerah, serta pengotor yang ikut
menempel bersama serbuk emas hilang.
5)
Kemudian serbuk emas hasil pembakaran ini
dikemas dalam kertas rokok. Kalau hasil dulang penambang sudah banyak atau
bernilai ekonomis, langsung dijual ke toko emas atau perhiasan. Serbuk emas ini
jika dikumpulkan mencapai 1 kaca, maka harganya ditaksir mencapai sekitar Rp. 40.000 dan
kalau hasil dulangan penambang bisa mencapai 1 gram, maka harganya ditaksir mencapai sekitar Rp 400.000. Karena penambangan ini dilakukan secara berkelompok, maka
uangnya akan dibagi bersama.
2.2.2. Dampak Aktivitas Penambangan Emas
Secara Tradisional Bagi Lingkungan
Kegiatan penambangan emas secara
tradisional di Polimak IV juga memberi dampak negatif bagi lingkungan. Berikut dampak-dampak negatif yang mungkin timbul akibat adanya aktivitas penambangan :
1)
Meningkatnya Ancaman Tanah Longsor
Dari
hasil observasi di lokasi penambangan emas secara tradisional di lapangan
ditemukan bahwa aktivitas penambangan
berpotensi meningkatkan ancaman tanah longsor. Dilihat dari teknik penambangan,
dimana penambang menggali bukit tidak secara berjenjang (trap-trap), namun asal
menggali saja dan nampak bukaan penggalian yang tidak teratur dan membentuk
dinding yang lurus dan menggantung (hanging
wall) yang sangat rentan runtuh (longsor) dan dapat mengancam keselamatan
jiwa para penambang.
Gambar 2.7. Aktivitas penggalian
tanah (Dok Penulis 2012)
2)
Hilangnya
Vegetasi Penutup Tanah
Penambang
(pendulang) yang menggali tanah atau material tidak melakukan upaya reklamasi
atau reboisasi di areal penggalian, tapi membiarkan begitu saja areal
penggalian dan pindah ke areal yang baru. Tampak di lapangan bahwa penambang
membiarkan lokasi penggalian begitu saja dan terlihat gersang. Bahkan
penggalian yang terlalu dalam membetuk kolam-kolam pada permukaan tanah yang kedalamannya
mencapai 3-5 meter.
Gambar 2.8. Areal bekas penggalian tanah dibiarkan begitu saja tanpa
adanya upaya reklamasi berupa penghijauan (Dok Penulis 2012)
3)
Erosi tanah
Areal
bekas penggalian yang dibiarkan begitu saja berpotensi mengalami erosi
dipercepat karena tidak adanya vegetasi penutup tanah. Kali kecil yang berada
di dekat lokasi penambangan juga terlihat mengalami erosi pada tebing sisi kanan dan
kirinya. Selain itu telah terjadi pelebaran pada dinding tebing sungai, akibat diperlebar dan diperdalam guna melakukan aktivitas pendulangan dengan
memanfaatkan aliran kali untuk mencuci tanah.
4)
Sedimentasi
dan Menurunnya Kualitas Air
Aktivitas
penambangan emas secara tradisional yang memanfatkan aliran kali membuat air
menjadi keruh dan kekeruhan ini nampak terlihat di saluran primer yakni kali
Anafre. Pembuangan tanah sisa hasil pendulangan turut meningkatkan jumlah
transport sedimen.
Gambar 2.9. Menurunnya kualitas air
sungai akibat pembuangan tanah sisa penambangan kedalam aliran air (Dok Penulis 2012)
2.2.3. Rekomendasi Upaya
Pengelolaan Lingkungan
No
|
Dampak Lingkungan
|
Upaya Pengelolaan Lingkungan
|
1
|
Meningkatnya
ancaman tanah longsor dan gerakan massa tanah (mass movement)
|
|
2
|
Erosi
dan Sedimentasi
|
|
3.
|
Pengupasan
tanah pucuk dan menghilangnya vegetasi akibat kegiatan penggalian tanah.
|
|
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1.
Kesimpulan
1)
Aktivitas
penambangan emas secara tradisional berdampak pada menghilangnya vegetasi penutup
tanah, meningkatnya ancaman tanah longsor di lokasi penggalian tanah, erosi,
menurunnya kualitas air serta terjadinya sedimentasi pada saluran drainase
maupun kali Anafre.
2)
Bekas lokasi
penggalian yang ditinggalkan tanahnya gersang tanpa vegetasi penutup diatasnya
serta di beberapa titik ditemukan lubang-lubang bekas penggalian dengan kedalaman
pengalian yang mencapai 3-5 meter.
3)
Di lokasi
penambangan belum ada upaya pengelolaan lingkungan secera terencana dan
sistematis. Para penambang hanya meninggalkan lahan yang habis digali begitu saja,
tanpa ada sebuah upaya reklamasi.
3.2.
Saran
a.
Diharapkan
kepada instansi terkait agar melakukan sebuah upaya penyuluhan dan pembinaan
agar para penambang yang melakukan pendulangan emas ini dapat sadar dan
mengerti tentang dampak negatif yang ditimbulkan dari aktivitas penambangan
emas terhadap lingkungan.
b.
Diharapkan
kepada para penambang maupun pemerintah melalui instansi terkait agar melakukan sebuah upaya reboisasi di
titik lokasi yang gersang dan tandus di sekitar areal penambangan.
Daftar Pustaka :
Direktur Jenderal Pertambangan Umum,
1987, Buku Petunjuk Pengelolaan Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan .
Pusat Pengembangan Teknologi Mineral.
KEPMENLH Nomor 43 Tahun 1996
tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan
Bahan Galian Golongan C jenis Lepas di Daratan
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 08 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup.