Salah satu penyebap
terjadinya banjir adalah menurunnya kapasitas sungai. Aliran banjir tidak tertampung dalam saluran sungai dan meluap keluar menggenanggi rumah-rumah penduduk
yang berada di sekitar bantaran sungai bahkan lebih jauh lagi, karena kapasitas sungai mengalami penurunan. Penurunan
kapasitas sungai ini disebapkan oleh sedimentasi dan sampah. Selain menurunkan
kapasitas saluran, sampah dan sedimen ini juga menghambat jalannya air.
Salah satu langkah tepat yang
bisa dilakukan sesegera mungkin pasca terjadinya banjir adalah normalisasi
sungai. Normalisasi sungai adalah sebuah upaya yang dilakukan untuk memperbaiki
penampang sungai (river improvement), yakni dengan cara
melebarkan sungai dan memperdalam sungai (mengeruk) agar kapasitas sungai bertambah
sehingga dapat menampung debit banjir.
Sekedar melakukan
pelebaran dan pendalaman sungai adalah pekerjaan yang mudah bagi operator alat
berat, namun terkadang pekerjaan normalisasi sungai ini bisa dikatakan susah-susah
gampang apabila yang diperlebar sungai yang sisi kanan kirinya merupakan kawasan hunian
padat penduduk. Kawasan bantaran sungai yang masuk dalam arahan
sempadan sungai seharusnya steril dan diperuntukan untuk kepentingan inspeksi
atau tempat tumbuhnya vegetasi riparian. Namun kenyataan pemukiman penduduk
berjejer di pinggiran sungai dan terkesan semrawut. Kalau keadaannya sudah
begitu, beberapa kendala akan dihadapi ketika upaya normalisasi dilakukan. Mau dilebarkan,
kena rumah penduduk. Mau dikeruk, lumpur dan sampah mau ditampung dimana
(sementara). Istilahnya maju kena mundur kena. Oleh karena itu sebelum
dilakukan normalisasi sungai harus terlebih dahulu dilakukan pembebasan tanah, lalu kemudian merelokasi penduduk yang tinggal disepanjang bantaran sungai.
Seberapa besarkah
pengaruh normalisasi sungai dalam mengurangi genangan banjir ? Upaya
normalisasi dengan cara melebarkan dan memperdalam sungai merupakan langkah tepat dalam menambah
kapasitas saluran. Bila sungai dilebarkan menjadi dua kali dari kapasitas
semula, maka debitnya meningkat dua sampai empat kali dari debit semula.
Demikian pula bila sungai diperdalam dua kali maka debit (kapasitas tampung)
akan bertambah dua sampai empat kali. Jika normalisasi sungai tidak dilakukan
secara rutin dan kontinu, kapasitas sungai akan kembali ke debit semula akibat sedimentasi dan morfologi sungai yang belum stabil.
a) diperlebar dua kali (debit hanya naik menjadi 2-4 kali dari debit semula)
b) dikeruk (diperdalam) dua kali tetap akan ada kecendrungan kembali ke kedalaman semula akibat sedimentasi
Upaya normalisasi
(pengerukan sampah dan sedimen) harus dilakukan secara rutin dan kontinu,
jangan hanya dilakukan ketika musim penghujan tiba dan terjadi banjir. Ibarat air
sudah di batang leher baru pengerukan dan pelebaran saluran sungai dilakukan.
Selain itu, Kegiatan normalisasi
sungai harus dilakukan secara holistik dari hulu ke hilir, jangan hanya pada
satu bagian sungai. Misalnya, jika hanya dilakukan pelebaran pada bagian hulu
atau tengah sungai dan di bagian hilir tidak dilebarkan dengan alasan susah
dilakukan karena sisi kiri kanan sungai merupakan hunian padat penduduk, nantinya
akan terjadi terjadi penyempitan alur sungai dan nampak seperti botol (bottleneck).
Hal ini menyebapkan bagian hulu yang sudah dilebarkan akan kembali seperti
semula.
Akar masalah dari berkurangnya
kapasitas sungai sehingga tidak dapat menampung debit banjir adalah sedimentasi
dan sampah. Hasil dari proses erosi di hulu DAS adalah sedimen. Jumlah angkutan
sedimen harus dikurangi dengan cara mengurangi jumlah tanah yang tererosi,
misalnya dengan cara melakukan penghijaun di daerah hulu DAS (metode non struktur). Bagaimana
dengan sampah ? Kebanyakan daerah kan sudah mempunyai perda tentang persampahan
yang memuat larangan membuang sampah sembarangan (sungai) dan disertai dengan denda. Larangan
yang termuat dalam perda jangan hanya sebatas gertakan sambal, tapi harus
ditegakan dan yang melanggar langsung dikenai denda. Jika belum pernah ada yang
didenda karena membuang sampah sembarangan, maka masyarakat anggap biasa dan
tetap membuang sampah ke dalam sungai.
Upaya normalisasi apabila
dilakukan secara rutin dan kontinu cukup efektif dalam mengurangi jumlah dan
luasan genangan banjir. Namun upaya normalisasi juga memberi dampak lain. Dari
sisi pengendalian banjir upaya normalisasi sebuah langkah yang tepat, tapi tidak
dari sisi konservasi sumber daya air. Kegiatan normalisasi sudah pasti merubah morfologi sungai. Jika morfologi sungai berubah kecepatan dan energi air bertambah akibatnya air mengalir
dengan cepat menuju laut, dan yang
tersimpan sebagai base flow (aliran
dasar) yang akan masuk kedalam sistem aliran air tanah relatif sedikit. Dampak tersebut akan sangat
dirasakan pada musim kemarau, dimana sumur menjadi kering. Maka upaya normalisasi sungai
harus memperhatikan rasio debit pada musim hujan dan musim kemarau
(maksimum-minimum), jangan sampai perbedaannya (gap) besar. (*)
Sumber Pustaka :
- Kondoatie RJ & Sjarief Roestam.,2008, Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu, Penerbit ANDI, Yogyakarta
- UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air