Jumlah penduduk dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan akibat tingginya angka kelahiran
(natalitas) maupun karena tingginya arus urbanisasi. Penduduk yang bertambah
ini membutuhkan sarana pemukiman dan sarana penunjang kehidupan seperti jalan,
jembatan, tempat peribadahtan,dll. Pembangunan sarana dan prasarana tentu
membutuhkan lahan, sementara lahan di muka bumi ini tidak bertambah (tetap).
Oleh karena itu lahan perlu diatur menurut peruntukannya, agar tercipta sebuah
keseimbangan dan keharmonisan dalam lingkungan.
Untuk mengatur lahan di
Indonesia sesuai peruntukannya, Menteri Pertanian mengeluarkan SK No
837/Kpts/II/ 1980 yang mengatur tentang Klasifikasi Penggunaan Lahan. SK Mentan
ini merupakan cikal bakal lahirnya Undang-undang tentang Penataan Ruang yang
ada saat ini. Undang-undang Tata Ruang di Indonesia baru lahir tahun 1992,
dengan diterbitkan UU No 24 Tahun 1992 tentang Tata Ruang dan direvisi lagi dengan
melahirkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Lahan atau kawasan di Indonesia secara umum
dapat diperuntukan kedalam beberapa kategori peruntukan sebagai berikut :
1. Kawasan Lindung
Syarat untuk menetapkan
suatu kawasan menjadi kawasan lindung adalah sebagai berikut :
a
Mempunyai
lereng lapangan > 45%
b
Tanah
sangat peka terhadap erosi yaitu jenis tanah Regosol, Litosol, Organosol, dan
Renzina dengan lereng > 15%
c
Merupakan
jalur pengaman aliran sungai/air sekurang-kurangnya 100 m di kiri kanan
sungai/aliran air tersebut
d
Merupakan
pelindung mata air, sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 m di sekeliling
mata air tersebut
e
Mempunyai
ketinggian antara 500 m di pulau-pulau di mana pegunungan hanya sekitar 1000
mdpl dan 1000 m di atas permukaan atau lebih untuk pulau-pulau yang mempunyai
gunung-gunung yang tinggi. Kawasan hutan yang memiliki ketinggian diatas 1000
mdpl juga perlu dilindungi karena memberi perlindungan bagi kawasan bawahannya.
Contohnya, kawasan hutan dalam Cagar Alam Cycloop di Jayapura itu perlu
dilindungi, hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya erosi, bencana banjir,
sedimentasi, dan menjaga fungsi hidrologis tanah untuk menjamin ketersediaan
unsur hara tanah, air tanah dan air permukaan.
Peta Sebaran Hutan Lindung Kota Jayapura
f Guna
keperluan/kepentingan khusus dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan
kawasan lindung. Jadi dengan alasan khusus suatu kawasan bisa ditetapkan
menjadi kawasan lindung oleh pemerintah.
Syarat-syarat tersebut
hanyalah kriteria umum, penetapan kawasan lindung dilihat berdasarkan fungsi
dan peranannya yang akan dijabarkan secara spesifik dalam UU maupun Perda
tentang Tata Ruang, ada kawasan yang memberikan perlindungan kepada kawasan
bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam, pelestarian
alam, cagar budaya dan kawasan rawan bencana.
2. Kawasan Penyangga (Buffer Zone)
Kriteria umum suatu lahan
atau kawasan yang dapat ditetapkan sebagai kawasan penyangga adalah sebagai
berikut :
a
Keadaan
fisik areal memungkinkan untuk dilakukan budi daya secara ekonomis
b
Lokasi
secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan penyangga
c
Tidak
merugikan segi-segi ekologi dan lingkungan hidup.
Kawasan
penyangga atau zona buffer merupakan filter antara zona lindung dan zona budi daya,
sehingga peruntukannya harus diatur secara baik agar aktivitas budi daya tidak
merembet masuk sampai ke dalam zona perlindungan. Contohnya, kawasan Penyangga Cagar
Alam Cycloop dipandang penting untuk dilindungi karena terdapat sumber mata air
dan terdapat vegetasi yang endemik maupun non endemik yang dapat mensuplai
oksigen bagi warga Kota dan Kabupaten Jayapura, sehingga saat ini pemerintah
Kota Jayapura tengah menggodok Raperda tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Kawasan Penyangga Cagar Alam Cycloop. Apabila Perda ini telah dibahas dan
ditetapkan, maka payung hukum ini bisa menjadi semacam filter untuk mencegah
terjadinya kerusakan pada kawasan hutan dalam Cagar Alam Cycloop.
3. Kawasan Budi Daya Tanaman
Areal yang dapat
dijadikan kawasan budi daya tanaman adalah areal yang bukan masuk dalam kawasan
lindung.
4. Kawasan Pemukiman
Yang dapat dijadikan
kawasan pemukiman pada prinsipnya adalah areal yang sama dengan kawasan budi
daya tanaman, hanya saja lahan tersebut harus mempunyai kemiringan lereng
sebaiknya antara 0 – 8 persen. Namun di Indonesia tidak semua daerah
topografinya datar. Misalnya, di Kota Jayapura yang topografinya terdiri dari
lereng dan perbukitan yang mempunyai kemiringan antara 0 – 40 %, tentu ada
sebuah risiko tersendiri apabila dijadikan kawasan pemukiman, karena apabila kondisi
tanahnya labil tanah longsor bisa saja terjadi.
Demikian pembahasan mengenai
kriteria umum pembagian kawasan menurut peruntukannya. Dari pembahasan tersebut
diharapkan pembangunan yang digalakan oleh pemerintah dan swasta bisa
berpatokan pada zonasi kawasan yang tertera dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW). Selain itu pembangunan juga harus memperhatikan daya dukung lingkungan (carrying capacity), prinsip pembangunan
berkelanjutan (sustainable development),
keterkaitan ekosistem, serta keanekaragaman hayati (biodiversity).
Sumber :
- Keppres No 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
- UU No 26 Tahun 2006 tentang Penataan Ruang