DAERAH ALIRAN SUNGAI atau sering disingkat dengan DAS, merupakan objek pembahasan kita
kali ini. Kemarin Tanggal 27 Juli 2013, bertepatan dengan Hari Sungai Nasional,
maka kita mengangkat topik yang ada kaitan dengan sungai yakni, “Mengelola DAS
Secara Seimbang.”
Sebelum
masuk pada inti pembahasan, mari kita lihat definisi dari sungai dan DAS itu
sendiri. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran
air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta
sepanjang pengalirannya dengan garis sempadan (PP No 35 Tahun 1991). Sedangkan
daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan
dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara
alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut
sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No 7
Tahun 2004).
Dari
defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa DAS adalah suatu area di permukaan bumi
yang didalamnya terdapat sistem pengaliran yang terdiri dari satu sungai utama
(main stream) dan beberapa anak
cabangnya (tributaries) yang
berfungsi sebagai daerah tangkapan air dan mengalirkan air melalui satu outlet.
Daerah
aliran sungai (watershed) memiliki
peranan yang sangat penting dalam menjaga kelangsungan proses hidrologi,
pencegah erosi, dan sedimentasi serta banjir dan longsor. Namun kesalahan dalam
pengelolaan sumber daya alam di wilayah DAS yang cenderung mengabaikan aspek
keseimbangan lingkungan telah mengakibatkan rusaknya keseimbangan tatanan
ekosistem pada DAS tersebut.
Ada
sejumlah indikator yang bisa menjadi pertanda bahwa dalam suatu ekosistem DAS
telah terjadi ketidakseimbangan yakni, menurunnya infiltrasi air ke bawah
tanah, menurunya debit mata air, mengeringnya sungai di musim kemarau,
pencemaran air serta terjadinya bencana banjir dan tanah longsor di musim
penghujan.
Aktivitas
pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam di suatu kawasan daerah aliran
sungai tentu memberi dampak kepada ekosistem DAS tersebut, baik itu dampak
jangka pendek maupun jangka panjang. Apabila kawasan hutan di sekitar DAS
dibuka untuk kepentingan pembangunan pemukiman, dll, maka run off (aliran permukaan) akan meningkat signifikan dan apabila
limpasan permukaan tidak dikelola dan ditangani dengan baik, maka musibah
banjir bisa terjadi. Mengapa hal tersebut bisa terjadi ? Karena kuantitas
resapan menjadi kecil, sebap diatas tanah yang bisa meresap air berubah menjadi
bangunan permanen yang kedap air.
Tata
guna lahan (land use) di sekitar
suatu kawasan DAS memberi dampak yang cukup signifikan bagi kelangsungan
sungai-sungai yang ada dalam kawasan DAS tersebut. Penduduk yang bermukim dekat
sungai (bantaran) sering menjadikan sungai sebagai tempat buangan limbah dan
sampah, akibatnya air sungai menjadi tercemar dan sampah (terutama sampah
plastik), menyumbat saluran sehingga jalannya air menjadi terhambat.
Sampah
yang menumpuk di sungai dan menimbulkan bau yang tidak sedap merupakan
pemandangan yang hampir bisa ditemui di sejumlah sungai di wilayah Indonesia, bahkan
ini menjadi sebuah masalah yang cukup kompleks. Hal ini tambah diperparah dengan
adanya paradigma yang menganggap saluran atau sungai adalah tempat sampah. Dampak
dari tingkah laku yang kurang terpuji ini akan dirasakan ketika musim penghujan
tiba, aliran run off besar sementara
kapasitas saluran atau sungai berkurang akibat adanya sampah yang menumpuk dan
laju aliran air pun terhambat, otomatis air meluap dan menggenangi kawasan yang
seharusnya tidak digenanggi seperti rumah-rumah penduduk,dll.
Aktivitas
perladangan di kawasan perbukitan (hulu sungai) yang merupakan daerah tangkapan
air (catchment area), mengakibatkan
debit mata air menjadi berkurang. Jika debit berkurang, dampaknya sungai-sungai
bisa kering. Contoh kasusnya di Kota Jayapura, debit di mata air yang terdapat intake
(bangunan penangkap air) milik PDAM mengalami penurunan. Saat ini debitnya
sekitar 895 liter/detik dan jika tidak hujan 350 liter/detik. Penurunan
tersebut terjadi karena hutan di kawasan Pegunungan Cycloop gundul dan rusak,
sehingga debit air yang keluar dari celah-celah batu menjadi berkurang (Cepos, Senin 20 Mei 2013, “Debit Air PDAM
Jayapura terus turun”).
Gundul
dan rusaknya hutan di perbukitan yang masuk dalam suatu kawasan DAS akan
berdampak pada meningkatnya laju erosi tanah, karena tidak adanya vegetasi yang
menutup tanah, sehingga aliran run off
yang besar cenderung melakukan tindakan destruktif dengan mengikis tanah lalu
mengendapkannya di dasar saluran atau sungai. Sungai menjadi dangkal karena
banyaknya sedimen yang mengendap di dasar sungai. Endapan yang semakin menebal akan
mengakibatkan perbedaan elevasi antara satu bagian sungai dengan bagian sungai
lainnya (degradasi) dan kemiringan dasar sungai pun bertambah besar, kemiringan
yang besar membuat aliran cenderung bersifat destruktif karena terjadi
pertambahan energi kinetik air (daya rusak air menjadi meningkat).
Tata
guna lahan di daerah aliran sungai merupakan prioritas utama yang harus
dikelola dan ditangani secara komprehensif agar dampak negatif yang timbul dari
adanya perubahan rona lingkungan kawasan DAS bisa diminamalisir. Perubahan tata
guna lahan mengakibatkan debit puncak naik dari 5 sampai 35 kali karena di DAS
tidak ada yang menahan maka aliran permukaan (run off) menjadi besar, sehingga berakibat debit di sungai menjadi
besar dan terjadi erosi lahan yang berakibat sedimentasi di sungai sehingga
kapasitas sungai menjadi turun. Departemen PU membuat suatu ketentuan kebijakan
tentang debit sungai akibat dampak perubahan tata guna lahan di daerah aliran
sungai tersebut yaitu dengan menyatakan bahwa DAS boleh dikembangkan/dirubah
fungsi lahannya dengan delta Q zero policy atau delta Q=0 (Lee, 2002;Kemur,
2004;Hadimuljono, 2005 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2008 ). Arti kebijakan ini
adalah bila suatu lahan di DAS berubah maka debit sebelum dan sesudah lahan
berubah tetap sama. Pembangunan di kawasan DAS boleh dilakukan tapi harus
dilakukan sebuah upaya mengurangi limpasan permukaan akibat adanya pembangunan,
agar tidak terjadi peningkatan yang drastis pada debit sungai.
Melihat
peran DAS dari sisi hidrologis yang begitu penting dalam hal penyediaan air
bagi kehidupan makhluk hidup, khususnya manusia. Maka sudah sepantasnya kita
bersama-sama mengolah dan mengelola sumber daya yang ada di dalam lingkungan
yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan DAS, dengan bijaksana
dan ramah lingkungan (eco friendly) serta
berpatokan pada asas keserasian dan keseimbangan.
Sumber :
-
PP No 35 Tahun 1991 tentang Sungai
-
UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya
Air
-
Robert J. Kodoatie & Roestam Sjarief
(2008), Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu, Penerbit Andi-Yokyakarta