Ketika membaca judul diatas,
mungkin terlintas sebuah pertanyaan di kepala Anda para pembaca sekalian dan
dari sekian pertanyaan tersebut mungkin salah satunya adalah apakah itu daya
dukung lingkungan ?
Berikut penulis akan
menjelaskan untuk Anda. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan
lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan
keseimbangan antara keduanya (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).
Ilustrasinya begini, daya
dukung lingkungan itu bisa kita ibaratkan dengan sebuah karet yang ditarik.
Sebuah karet bisa putus jika gaya tarik yang diberikan sangat besar, melewati
batas elastisitasnya (Pelajaran Fisika). Karet yang putus bisa disamakan dengan
daya dukung lingkungan yang telah terlampaui atau daya untuk memulihkan dirinya
secara alami telah dilewati. Sedangkan karet yang ditarik dan tidak putus, kita
samakan dengan daya dukung lingkungan yang belum terlampaui. Dengan kata lain,
panjang renggangan merupakan batas-batas yang masih bisa ditolerir.
Sederhananya begini, ada sebuah
lahan dekat sebuah kampung yang ditumbuhi oleh semak belukar dan beberapa pohon
lantoro. Lalu datanglah salah satu warga kampung membuka lahan dengan cara
membakar, kemudian dia membersihkan lahan dan mulai menanam lahan ini dengan
berbagai macam tanaman. Setelah berbuah dan dipanen, dia membiarkan lahan itu
begitu saja, lalu dia pergi menanam di sebuah lahan yang baru. Beberapa bulan
kemudian, lahan ini mulai ditumbuhi semak belukar dan beberapa tahun kemudian
diikuti dengan beberapa pohon lantoro yang tumbuh dengan gagahnya. Itu yang
disebut dengan daya dukung lingkungan. Artinya, lahan ini dapat pulih kembali
dengan sendirinya secara alami.
Kalau Anda menyaksikan
bencana banjir bandang terjadi di beberapa daerah di Indonesia, Anda bisa
menganalisa sendiri. Kemungkinan besar daya dukung lingkungan di daerah hulu telah
terlampaui. Penebangan pohon secara membabi buta tanpa diikuti usaha-usaha
konservasi akan mempengaruhi daya dukung lingkungan di kawasan hutan yang
berfungsi sebagai kawasan penyangga.
Yang perlu diingat daya
dukung lingkungan bukan di hutan saja tapi dalam semua unsur-unsur yang ada
dalam lingkungan hidup, baik itu di sungai maupun lautan ataupun udara. Contohnya
di sungai, kita meracuni ikan di suatu bagian aliran sungai dengan pestisida
(Akodan), dan ikan yang terkena racun mati. Malamnya turun hujan deras dan
banjir, racun sudah dinetralisir oleh air hujan dan air banjir membawa
sekelompok ikan yang baru dari daerah hulu. Siklus ini masih dalam tahap wajar
dan daya dukung lingkungan belum terlampaui.
Contoh lainnya begini,
ada sebuah perusahaan pertambangan membuang limbah yang telah melalui proses treatment di pabrik pengolahan limbah
untuk mengurangi zat-zat yang bersifat toksit. Walaupun sudah melalui proses treatment, air di sungai belum dikatakan
aman dan tidak tercemar. Staff dari Departemen Lingkungan setiap bulan akan
mengambil sampel air di sungai tersebut untuk dilakukan pengujian di
laboratorium lingkungan, untuk memastikan apakah zat-zat yang dijadikan
parameter telah melewati kriteria baku kerusakan lingkungan atau masih dalam
batas yang masih bisa ditolerir.
Apakah itu kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup ? Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas
perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat
ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikannya. Kembali ke
contoh tadi, misalnya limbah cair sisa dari pabrik pengolahan limbah, kadar
maksimum Ph yang diijinkan adalah 6-9 mg untuk setiap 1 liter limbah. Kalau
lewat dari angka itu, dikatakan tidak dapat ditenggang oleh lingkungan. Itu
hanya contoh, untuk lebih lengkap Anda bisa tanyakan langsung kepada
orang-orang yang bekerja di perusahaan pertambangan atau tepatnya di bagian
Departemen Lingkungan. Kriteria baku mutu telah diatur dalam Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup.
Nah, kalau kita melakukan
kegiatan yang dampaknya telah melewati kriteria baku mutu yang telah diatur
dalam KEPMENLH, maka kita dianggap telah merusak lingkungan. Misalnya, untuk
penambangan Bahan Galian Golongan C di daratan diatur dalam, KEPMENLH
Nomor 43 Tahun 1996
tentang Kriteria Kerusakan Lingkaungan Bagi Usaha atau Kegiatan
Penambangan Bahan Galian Golongan C jenis Lepas di Daratan. Contohnya kita menggali material dan meninggalkan lubang-lubang di permukaan tanah. Peraturan melarang
kita menggali sampai melewati muka air tanah, sebap di dalam lubang galian akan
terbentuk semacam sumur dan kalau lubangnya besar, Anda akan membuat semacam danau
buatan. Itu galian C yang top soilnya tipis, kalau galian B yang ditambang
perusahaan raksasa lain lagi, mereka akan menggali melewati muka air tanah
(tergantung letak mineralnya) dan pasti akan terbentuk semacam danau buatan.
Ada metode lain yang sering digunakan untuk mensiasati hal diatas yaitu, dengan
menyedot air tanah dan dialirkan ke tempat lain untuk kembali diisi kedalam
pori-pori tanah, tapi itu semua kembali kepada biaya investasi, topografi dan
kondisi geografis wilayah. (*)